Home

Korupsi di Indonesia

January 22, 2016



KORUPSI DI INDONESIA



Makna Tindak Pidana Korupsi
Jeremy Pope dalam bukunya Confronting Coruption: The Element of National Integrity System, menjelaskan bahwa korupsi merupakan permasalahan global yang harus menjadi keprihatinan semua orang. Praktik korupsi biasanya sejajar dengan konsep pemerintahan totaliter, diktator –yang meletakkan kekuasaan di tangan segelintir orang. Namun, tidak berarti dalam sistem sosial-politik yang demokratis tidak ada korupsi bahkan bisa lebih parah praktek korupsinya, apabila kehidupan sosial-politiknya tolerasi bahkan memberikan ruang terhadap praktek korupsi tumbuh subur. Korupsi juga tindakan pelanggaran hak asasi manusia, lanjut Pope.
Menurut Dieter Frish, mantan Direktur Jenderal Pembangunan Eropa. Korupsi merupakan tindakan memperbesar biaya untuk barang dan jasa, memperbesar utang suatu Negara, dan menurunkan standar kualitas suatu barang. Biasanya proyek pembangunan dipilih karena alasan keterlibatan modal besar, bukan pada urgensi kepentingan publik. Korupsi selalu menyebabkan situasi sosial-ekonomi tak pasti (uncertenly). Ketidakpastian ini tidak menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi dan peluang bisnis yang sehat. Selalu terjadi asimetris informasi dalam kegiatan ekonomi dan bisnis. Sektor swasta sering melihat ini sebagai resiko terbesar yang harus ditanggung dalam menjalankan bisnis, sulit diprediksi berapa Return of Investment (ROI) yang dapat diperoleh karena biaya yang harus dikeluarkan akibat praktek korupsi juga sulit diprediksi. Akhiar Salmi dalam makalahnya menjelaskan bahwa korupsi merupakan perbuatan buruk,seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.
Dalam makalahnya, Salmi juga menjelaskan makna korupsi menurut Hendry Campbell Black yang menjelaskan bahwa korupsi “ An act done with an intent to give some advantage inconsistent with official duty and the right of others. The act of an official or fiduciary person who unlawfully and wrongfully uses his station or character to procure some benefit for himself or for another person, contrary to duty and the right of others.” Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pasal 1 menjelaskan bahwa tindak pidana korupsi sebagaimana maksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi.
Jadi perundang-undangan Republik Indonesia mendefenisikan korupsi sebagai salah satu tindak pidana. Mubaryanto, Penggiat ekonomi Pancasila, dalam artikelnya menjelaskan tentang korupsi bahwa, salah satu masalah besar berkaitan dengan keadilan adalah korupsi, yang kini kita lunakkan menjadi “KKN”. Perubahan nama dari korupsi menjadi KKN ini barangkali beralasan karena praktek korupsi memang terkait koneksi dan nepotisme. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa dampak “penggantian” ini tidak baik karena KKN ternyata dengan kata tersebut praktek korupsi lebih mudah diteleransi dibandingkan dengan penggunaan kata korupsi secara gamblang dan jelas, tanpa tambahan kolusi dan nepotisme.

B.     Korupsi dan Politik Hukum Ekonomi
Korupsi merupakan permasalah mendesak yang harus diatasi, agar tercapai pertumbuhan dan geliat ekonomi yang sehat. Berbagai catatan tentang korupsi yang setiap hari diberitakan oleh media massa baik cetak maupun elektronik, tergambar adanya peningkatan dan pengembangan model-model korupsi. Retorika anti korupsi tidak cukup ampuh untuk memberhentikan praktek tercela ini. Peraturan perundang-undang yang merupakan bagian dari politik hukum yang dibuat oleh pemerintah, menjadi meaning less, apabila tidak dibarengi dengan kesungguhan untuk manifestasi dari peraturan perundang-undangan yang ada. Politik hukum tidak cukup, apabila tidak ada recovery terhadap para eksekutor atau para pelaku hukum. Konstelasi seperti ini mempertegas alasan dari politik hukum yang dirancang oleh pemerintah tidak lebih hanya sekedar memenuhi meanstream yang sedang terjadi.
Dimensi politik hukum yang merupakan “kebijakan pemberlakuan” atau “enactment policy”, merupakan kebijakan pemberlakuan sangat dominan di Negara berkembang, dimana peraturan perundang-undangan kerap dijadikan instrumen politik oleh pemerintah, penguasa tepatnya, untuk hal yang bersifat negatif atau positif. Dan konsep perundang-undangan dengan dimensi seperti ini dominan terjadi di Indonesia, yang justru membuka pintu bagi masuknya praktek korupsi melalui kelemahan perundang-undangan.
Lihat saja Undang-undang bidang ekonomi hasil analisis Hikmahanto Juwana, seperti Undang-undang Perseroan Terbatas, Undang-undang Pasar Modal, Undang-undang Hak Tanggungan, UU Dokumen Perusahaan, UU Kepailitan, UU Perbankan, UU Persaingan Usaha, UU Perlindungan Konsumen, UU Jasa Konstruksi, UU Bank Indonesia, UU Lalu Lintas Devisa, UU Arbitrase, UU Telekomunikasi, UU Fidusia, UU Rahasia Dagang, UU Desain Industri dan banyak UU bidang ekonomi lainnya.
Hampir semua peraturan perundang-undangan tersebut memiliki dimensi kebijakan politik hukum “ kebijakan pemberlakuan”, dan memberikan ruang terhadap terjadinya praktek korupsi.Fakta yang terjadi menunjukkan bahwa Negara-negara industri tidak dapat lagi menggurui Negara-negara berkembang soal praktik korupsi, karena melalui korupsilah sistem ekonomi-sosial rusak, baik Negara maju dan berkembang. Bahkan dalam bukunya “The Confesion of Economic Hit Man” John Perkin mempertegas peran besar Negara adidaya seperti Amerika Serikat melalui lembaga donor seperti IMF, Bank Dunia dan perusahaan Multinasional menjerat Negara berkembang seperti Indonesia dalam kubangan korupsi yang merajalela dan terperangkap dalam hutang luar negeri yang luar biasa besar, seluruhnya dikorup oleh penguasa Indonesia saat itu.
Hal ini dilakukan dalam melakukan hegemoni terhadap pembangunan ekonomi di Indonesia, dan berhasil. Demokratisasi dan Metamorfosis Korupsi Pergeseran sistem, melalui tumbangnya kekuasaan icon orde baru, Soeharto. Membawa berkah bagi tumbuhnya kehidupan demokratisasi di Indonesia. Reformasi, begitu banyak orang menyebut perubahan tersebut. Namun sayang reformasi harus dibayar mahal oleh Indonesia melalui rontoknya fondasi ekonomi yang memang “Buble Gum” yang setiap saat siap meledak itu. Kemunafikan (Hipocrasy) menjadi senjata ampuh untuk membodohi rakyat. Namun, apa mau dinyana rakyat tak pernah sadar, dan terbuai oleh lantunan lembut lagu dan kata tertata rapi dari hipocrasi yang lahir dari mulut para pelanjut cita-cita dan karakter orde baru.
Dulu korupsi tersentralisasi di pusat kekuasaan, seiring otonomi atau desentralisasi daerah yang diikuti oleh desentralisasi pengelolaan keuangan daerah, korupsi mengalami pemerataan dan pertumbuhan yang signifikan. Pergeseran sistem yang penulis jelaskan, diamini oleh Susan Rose-Ackerman, yang melihat kasus di Italy, Rose menjelaskan demokratisasi dan pasar bebas bukan satu-satunya alat penangkal korupsi, pergeseran pemerintah otoriter ke pemerintahan demokratis tidak serta merta mampu menggusur tradisi suap-menyuap.
Korupsi ada di semua sistem sosial –feodalisme, kapitalisme, komunisme dan sosialisme. Dibutuhkan Law effort sebagai mekanisme solusi sosial untuk menyelesaikan konflik kepentingan, penumpuk kekayaan pribadi, dan resiko suap-menyuap. Harus ada tekanan hukum yang menyakitkan bagi koruptor. Korupsi di Indonesia telah membawa disharmonisasi politik-ekonomi-sosial, grafik pertumbuhan jumlah rakyat miskin terus naik karena korupsi.

Dalam kehidupan demokrasi di Indonesia, praktek korupsi makin mudah ditemukan dipelbagai bidang kehidupan. Pertama, karena melemahnya nilai-nilai sosial, kepentingan pribadi menjadi pilihan lebih utama dibandingkan kepentingan umum, serta kepemilikan benda secara individual menjadi etika pribadi yang melandasi perilaku sosial sebagian besar orang. Kedua, tidak ada transparansi dan tanggung gugat sistem integritas public. Biro pelayanan publik justru digunakan oleh pejabat publik untuk mengejar ambisi politik pribadi, semata-mata demi promosi jabatan dan kenaikan pangkat. Sementara kualitas dan kuantitas pelayanan publik, bukan prioritas dan orientasi yang utama. Dan dua alasan ini menyeruak di Indonesia, pelayanan publik tidak pernah termaksimalisasikan karena praktik korupsi dan demokratisasi justru memfasilitasi korupsi.
Korupsi dan Ketidakpastian Pembangunan Ekonomi Pada paragraf awal penulis jelaskan bahwa korupsi selalu mengakibatkan situasi pembangunan ekonomi tidak pasti. Ketidakpastian ini tidak menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi dan bisnis yang sehat. Sektor swasta sulit memprediksi peluang bisnis dalam perekonomian, dan untuk memperoleh keuntungan maka mereka mau tidak mau terlibat dalam konspirasi besar korupsi tersebut. High cost economy harus dihadapi oleh para pebisnis, sehingga para investor enggan masuk menanamkan modalnya disektor riil di Indonesia, kalaupun investor tertarik mereka prepare menanamkan modalnya di sektor financial di pasar uang.
Salah satu elemen penting untuk merangsang pembangunan sektor swasta adalah meningkatkan arus investasi asing (foreign direct investment). Dalam konteks ini korupsi sering menjadi beban pajak tambahan atas sektor swasta. Investor asing sering memberikan respon negatif terhadap hali ini(high cost economy). Indonesia dapat mencapai tingkat investasi asing yang optimal, jika Indonesia terlebih dahulu meminimalisir high cost economy yang disebabkan oleh korupsi. Praktek korupsi sering dimaknai secara positif, ketika perilaku ini menjadi alat efektif untuk meredakan ketegangan dan kebekuan birokrasi untuk menembus administrasi pemerintah dan saluran politik yang tertutup.
Ketegangan politik antara politisi dan birokrat biasanya efektif diredakan melalui praktek korupsi yang memenuhi kepentingan pribadi masing-masing. Pararel dengan pendapat Mubaryanto, yang mengatakan “Ada yang pernah menyamakan penyakit ekonomi inflasi dan korupsi. Inflasi, yang telah menjadi hiperinflasi tahun 1966, berhasil diatasi para teknokrat kita.


Sayangnya sekarang tidak ada tanda-tanda kita mampu dan mau mengatasi masalah korupsi, meskipun korupsi sudah benar-benar merebak secara mengerikan. Rupanya masalah inflasi lebih bersifat teknis sehingga ilmu ekonomi sebagai monodisiplin relatif mudah mengatasinya. Sebaliknya korupsi merupakan masalah sosial-budaya dan politik, sehingga ilmu ekonomi sendirian tidak mampu mengatasinya. Lebih parah lagi ilmu ekonomi malah cenderung tidak berani melawan korupsi karena dianggap “tidak terlalu mengganggu pembangunan”. Juga inflasi dianggap dapat “lebih menggairahkan” pembangunan, dapat “memperluas pasar” bagi barang-barang mewah, yang diproduksi. “Dunia usaha memang nampak lebih bergairah jika ada korupsi”! Apapun alasannya, korupsi cenderung menciptakan inefisiensi dan pemborosan sektor ekonomi selalu terjadi. Output yang dihasilkan tidak sebanding dengan nilai yang dikeluarkan, ancaman inflasi selalu menyertai pembangunan ekonomi. GDP turun drastis, nilai mata uang terus tergerus. Akibat efek multiplier dari korupsi tersebut. Mubaryanto menjelaskan, Kunci dari pemecahan masalah korupsi adalah keberpihakan pemerintah pada keadilan.
Korupsi harus dianggap menghambat pewujudan keadilan sosial, pembangunan sosial, dan pembangunan moral. Jika sekarang korupsi telah menghinggapi anggota-anggota legislatif di pusat dan di daerah, bahayanya harus dianggap jauh lebih parah karena mereka (anggota DPR/DPRD) adalah wakil rakyat. Jika wakil-wakil rakyat sudah “berjamaah” dalam berkorupsi maka tindakan ini jelas tidak mewakili aspirasi rakyat, Jika sejak krisis multidimensi yang berawal dari krismon 1997/1998 ada anjuran serius agar pemerintah berpihak pada ekonomi rakyat (dan tidak lagi pada konglomerat), dalam bentuk program-program pemberdayaan ekonomi rakyat, maka ini berarti harus ada keadilan politik.
Keadilan ekonomi dan keadilan sosial sejauh ini tidak terwujud di Indonesia karena tidak dikembangkannya keadilan politik. Keadilan politik adalah “aturan main” berpolitik yang adil, atau menghasilkan keadilan bagi seluruh warga negara. Kita menghimbau para filosof dan ilmuwan-ilmuwan sosial, untuk bekerja keras dan berpikir secara empirik-induktif, yaitu selalu menggunakan data-data empirik dalam berargumentasi, tidak hanya berpikir secara teoritis saja, lebih-lebih dengan selalu mengacu pada teori-teori Barat.
Dengan berpikir empirik kesimpulan-kesimpulan pemikiran yang dihasilkan akan langsung bermanfaat bagi masyarakat dan para pengambil kebijakan masa sekarang. Misalnya, adilkah orang-orang kaya kita hidup mewah ketika pada saat yang sama masih sangat banyak warga bangsa yang harus mengemis sekedar untuk makan. Negara kaya atau miskin sama saja, apabila tidak ada itikad baik untuk memberantas praktek korup maka akan selalu mendestruksi perekonomian dalam jangka pendek maupun panjang.
Banyak bukti yang menunjukkan bahwa skandal ekonomi dan korupsi sering terjadi dibanyak Negara kaya dan makmur dan juga terjadi dari kebejatan moral para cleptocrasy di Negara-negara miskin dan berkembang seperti Indonesia. Pembangunan ekonomi sering dijadikan alasan untuk menggadaikan sumber daya alam kepada perusahaan multinasional dan Negara adi daya yang didalamnya telah terkemas praktik korupsi untuk menumpuk pundit-pundi harta bagi kepentingan politik dan pribadi maupun kelompoknya.

Pentingnya Peran Pemerintah dalam Penegakan Hukum

Pentingnya Peran Pemerintah dalam Penegakan Hukum



Sebelum berangkat ke pertanyaan itu, satu hal yang harus dikemukakan adalah pentingnya ada upaya dari pemerintah, di samping dari lembaga yudikatif sendiri, untuk melakukan hal ini. Setidaknya ada tiga alasan perlunya ada kebijakan dari pemerintah dalam penegakan hukum:
Pertama,  pemerintah  bertanggung  jawab  penuh  untuk  mengelola  wilayah  dan rakyatnya  untuk  mencapai  tujuan  dalam  bernegara.  Bagi  Indonesia  sendiri, pernyataan  tujuan  bernegara  sudah  dinyatakan  dengan  tegas  oleh  para  pendiri negara  dalam  Pembukaan  UUD 1945,  di  antaranya:  melindungi  bangsa  dan memajukan  kesejahteraan  umum.  Bukan  hanya  pernyataan  tujuan  bernegara Indonesia,  namun  secara  mendasar  pun  gagasan  awal  lahirnya  konsep  negara, pemerintah  wajib  menjamin  hak  asasi  warga  negaranya.  Memang,  dalam  teori pemisahan  kekuasaan  cabang  kekuasaan  negara  mengenai  penegakan  hukum dipisahkan dalam lembaga yudikatif. Namun lembaga eksekutif tetap mempunyai tanggung jawab karena adanya irisan kewenangan dengan yudikatif serta legislatif dalam konteks checks and balances  dan kebutuhan pelaksanaan aturan hukum dalam pelaksanaan wewenang pemerintahan sehari-hari.
Kedua, tidak hanya tanggung jawab, pemerintah pun punya kepentingan langsung untuk menciptakan kondisi yang kondusif dalam menjalankan pemerintahannya. Birokrasi dan pelayanan masyarakat yang berjalan dengan baik, serta keamanan masyarakat.  Dengan  adanya  penegakan  hukum  yang  baik,  akan  muncul  pula stabilitas yang akan berdampak pada sektor politik dan ekonomi. Menjadi sebuah penyederhanaan  yang  berlebihan  bila  dikatakan  penegakan  hukum  hanyalah tanggung jawab dan kepentingan lembaga yudikatif.
Ketiga, sama sekali tidak bisa dilupakan adanya dua institusi penegakan hukum lainnya yang berada di bawah lembaga eksekutif, yaitu Kepolisian dan Kejaksaan. Penegakan hukum bukanlah wewenang Mahkamah Agung semata. Dalam konteks keamanan  masyarakat  dan  ketertiban  umum,  Kejaksaan  dan  Kepolisian  justru menjadi  ujung  tombak  penegakan  hukum  yang  penting  karena  ia  langsung berhubungan dengan masyarakat. Sementara itu, dalam konteks legal formal,sehingga saat  ini  pemerintah  masih  mempunyai  suara  yang  sigifikan  dalam  penegakan hukum. Sebab, sampai dengan September 2004, urusan administratif peradilan masih dipegang  oleh  Departemen  Kehakiman  dan  Hak  Asasi  Manusia.  Karena  itu, Pemerintah  masih  berperan  penting  dalam  mutasi  dan  promosi  hakim,  serta administrasi peradilan.
Evolusi masyarakat hingga menjadi organisasi negara melahirkan konsep tentang
adanya hukum untuk mengatur institusi masyarakat. Karenanya, ada asumsi dasar bahwa adanya kepastian dalam penegakan hukum akan mengarah kepada stabilitas masyarakat.  Dan  memang,  selama  hukum  masih  punya  nafas  keadilan,  walau terdengar  utopis,  kepastian  hukum  jadi  hal  yang  didambakan.  Sebab  melalui kepastian inilah akan tercipta rasa aman bagi rakyat. Kepastian bahwa kehidupan dijaga oleh negara, kepentingannya dihormati, dan kepemilikan yang diraihnya dilindungi.
Tidak berhenti di situ. Bagi Indonesia sendiri, penegakan hukum bukan cuma soal mendorong  perbaikan  politik  dan  pemulihan  ekonomi.  Harus  disadari  bahwa penegakkan hukum justru merupakan ujung tombak proses demokratisasi. Sebabnya, melalui  penegakan  hukum  ini  Indonesia  dapat  secara  konsisten  memberantas korupsi yang sudah mengakar dengan kuat di berbagai sektor, menjalankan aturanaturan main dalam bidang politik dan ekonomi secara konsisten. Dengan penegakan hukum yang konsisten dan tegas, pemulihan ekonomi dan tatanan politik juga bisa didorong percepatannya.


Adakah Visi Pemerintah dalam Penegakan Hukum?

Lantas, bagaimana dengan penegakan hukum di Indonesia? Pertanyaan ini menjadi sulit  dijawab  karena  pemerintah  sendiri  hingga  saat  ini  belum  menunjukkan komitmennya  yang  jelas  mengenai  penegakkan  hukum.  Hingga  belakangan  ini, hukum  seringkali  tidak  dilihat  sebagai  sesuatu  yang  penting  dalam  proses demokratisasi.  Ia  sering  dipandang  sebagai sektor  yang menopang  perbaikan  di bidang lainnya seperti politik dan pemulihan ekonomi. Alhasil, pembaruan hukum sering diartikan sebagai pembuatan berbagai peraturan perundang-undangan yang dibutuhkan untuk melaksanakan rencana-rencana perbaikan ekonomi dan politik daripada pembenahan perangkat penegakan hukum itu sendiri.

Indikasi gejala ini terlihat dari lahirnya berbagai undang-undang secara kilat di DPR, yang didorong oleh rencana pemulihan ekonomi yang dipreskripsikan oleh berbagai lembaga internasional dan nasional sementara tidak banyak yang  dilakukan  untuk  memperbaiki  kinerja  kepolisian  dan  kejaksaan  oleh pemerintah. Memang ada beberapa inisiatif yang sudah dilakukan. Misalnya saja perbaikan ditubuh Kepolisian RI untuk mendorong Kepolisian yang lebih profesional. Begitu pula  halnya  dengan  studi-studi  dalam  rangka  perbaikan  kejaksaan,  seperti Governance Audit untuk Kejaksaan RI yang dilakukan oleh Asian Development Bank dan Price Waterhouse Coopers Indonesia (Kejaksaan Agung RI, 2001). Saat inipun, dengan didorong dan diasistensi oleh beberapa institusi, ada gerakan untuk pembaruan  hukum  yang  dilakukan  oleh  institusi-institusi  hukum  negara,  yaitu Mahkamah Agung, Kejaksaan, dan Kepolisian. Namun  perlu  dicermati  juga  bahwa  kebanyakan  dari  inisiatif  tersebut  adalah dorongan dari luar, dari masyarakat sipil dan lembaga-lembaga non-pemerintahan lainnya, baik internasional maupun dalam negeri. Sementara pemerintah sendiri tampaknya belum mempunyai visi yang jelas mengenai penegakan hukum. Secara sederhana, asumsi di atas bisa dilihat dari tidak adanya kemauan politik untuk menunjukkan komitmen terhadap penegakan hukum dengan dibiarkannya beberapa koruptor kelas kakap berkeliaran di masyarakat. Bahkan, jajaran pemerintahan yang terkena  indikasi  korupsi  pun  masih  dibiarkan  memegang  jabatannya.  Padahal, langkah pertama untuk menunjukkan komitmen terhadap penegakan hukum justru dengan secara konsisten menerima putusan, bahkaan sangkaan pengadilan mengenai tindak pidana tertentu, terlepas dari final atau tidaknya putusan tersebut. Pasalnya, mereka adalah pejabat publik yang memiliki pertanggungjawaban politik, sehingga soal teknis legal-formal menjadi tidak lagi relevan.

Dalam bidang pembentukan kebijakan, indikasi yang menunjukkan gejala di atas
bisa dilihat dalam soal perencanaan pembentukan kebijakan hukum pemerintah
yang mandeg. Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, dibentuk Komisi
Hukum Nasional yang bertugas memberikan nasehat kepada presiden dalam bidang hukum.

Kebijakan yang Perlu Dilakukan Pemerintah dalam Penegakan Huku

Menukik ke pembicaraan yang lebih konkrit, ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah dalam penegakan hukum. Di tingkat substansi hukum  - peraturan perundang-undangan- pemerintah perlu mendorong  pembentukan  perangkat  peraturan  yang  terkait  dengan  penegakan hukum dengan visi di atas. Misalnya saja, pembentukan peraturan yang mewajibkan prosedur teknis dalam melaksanakan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Juga, pemerintah, sebagai salah satu aparat pembentuk undang-undang, perlu berinisiatf membentuk undang-undang yang berkaitan dengan perbaikan institusi penegakan hukum: Pengadilan, Kejaksaan, dan Kepolisian. Di tingkat aparat, perlu ada kebijakan yang berkaitan dengan disiplin yang tinggi

Bukan hanya aparat penegak hukum yang langsung berkaitan dengan pengadilan tetapi  seluruh  aparat  birokrasi  pemerintah.  Sebab  penegakan  hukum  bukanlah hanya dilakukan di pengadilan tapi juga soal bagaimana menjalankan peraturan perundang-undangan secara konsisten, tanpa kolusi, korupsi, dan nepotisme. Dalam konteks “kultur” hukum, pemerintah perlu menjalankan kebijakan ke dua arah, yaitu kepada dirinya sendiri, dalam hal ini aparat birokrasi, dan kepada rakyat pengguna jasa penegakan hukum. Kultur ini bisa saja menjadi keluaran dari proses disiplin yang kuat yang menumbuhkan budaya penghormatan yang tinggi kepada hukum.  Namun  di  samping  itu,  perlu  juga  dilakukan  rangkaian  kegiatan  yang sistematis untuk mensosialisasikan hak dan kewajiban warga negara, agar muncul kesadaran politik dan hukum.


Anggaran Penegakan Hukum
Masih  dalam  konteks  kebijakan  pemerintah,  penegakan  hukum  inipun  harus didukung pendanaan yang mencukupi oleh pemerintah serta, yang lebih penting lagi,  perencanaan  pendanaan  yang  memadai.  Dalam  kurun  waktu  tiga  tahun terakhir, dana untuk sektor hukum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) meningkat dari tahun ke tahun. Namun, ada beberapa permasalahan dalam hal  anggaran  ini,  seperti  diungkapkan  dalam  Kertas  Kerja  Pembaruan  Sistem Pengelolaan Keuangan Pengadilan yang disusun oleh Mahkamah Agung bekerja sama dengan Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP). Dalam hal perencanaan dan pengajuan APBN, kelemahan internal pengadilan yang berhasil  diidentifikasi  antara  lain: (i)  ketiadaan  parameter  yang  obyektif  dan    argumentasi  yang  memadai;  (ii)  proses  penyusunan  yang  tidak  partisipatif;  (iii) ketidakprofesionalan  pengadilan;  dan  lain-lain (MA,  2003:  53-55).  Kebanyakan  “perencanaan”  dana  pemerintah  untuk  satu  tahun  anggaran  tidak  dilakukan berdasarkan  pengamatan  yang  menyeluruh  berdasarkan  kebutuhan  yang  riil, melainkan  menggunakan  sistem “line  item  budgeting”  menggunakan  metode penetapan anggaran melalui pendeketan “incremental” (penyusunan anggaran hanya dilakukan dengan cara menaikkan jumlah tertentu dari anggaran tahun lalu atau anggaran yang sedang berjalan). Akibatnya, dalam pelaksanaan anggaran, muncul “kebiasaan”  untuk  menghabiskan  anggaran  di  akhir  tahun  anggaran,  tanpa memperhatikan hasil dan kualitas dari anggaran yang digunakan (MA, 2003: 53-55) .
Kertas Kerja tersebut merumuskan serangkaian rekomendasi yang sangat teknis guna mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut. Kertas Kerja itu memang lebih banyak ditujukan untuk mempersiapkan wewenang administrasi dan keuangan yang akan dipindahkan  dari  pemerintah  ke  Mahkamah  Agung.  Meski  begitu,  setidaknya beberapa  rekomendasi  yang  sifatnya  umum  dan  sesuai  dengan  arah  kebijakan penegakan hukum, seharusnya dapat diterapkan pula oleh pemerintah.

Kebijakan yang Mendesak
Dalam jangka pendek, hal yang paling dekat yang bisa dilakukan pemerintah untuk mendukung  penegakan  hukum  misalnya  terkait  dengan  wewenang  administrasi pengadilan yang masih ada di tangan pemerintah hingga September 2004. Di sini, pemerintah bisa memainkan peranan penting dalam mendisiplinkan hakim-hakim yang diduga melakukan praktek korupsi dan kolusi. Selain itu, perlu ada dorongan dalam pembentukan undang-undang yang berkaitan dengan pembenahan institusi pengadilan. Seperti perubahan lima undang-undang yang berkaitan dengan sistem peradilan terpadu (integrated justice system), yaitu UU Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, UU Peradilan Tata Usaha Negara, UU Mahkamah Agung, UU Peradilan Umum, dan UU Kejaksaan. Kelima undang-undang ini tengah dibahas di  DPR  oleh  Badan  Legislasi (lihat  www.parlemen.net).  Sejauh  perannya  bisa dimainkan dalam proses pembahasan kelima undang-undang ini, pemerintah perlu mendorong perbaikan institusi yang mengedepankan pengadilan yang bersih dan independen. Begitu pula halnya dengan rencana penyusunan UU tentang Komisi Yudisial yang sudah disampaikan oleh Badan Legislasi DPR kepada pemerintah namun belum mendapatkan jawaban.
Dalam hal korupsi, yang tentunya berkaitan erat dengan konsistensi penegakan hukum, pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang tengah dilaksanakan harus mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. Demikian juga dengan rencana pembentukan Pengadilan Khusus Korupsi yang direncanakan terbentuk  pada  bulan  Juni 2004 (lihat  Bappenas,  Cetak  Biru  Pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi). Satu hal yang sama sekali tidak boleh dilupakan adalah peran pemerintah dalam perbaikan institusi kejaksaan dan kepolisian yang jelas berada di bawah wewenang pemerintah.  Pada  saat  ini  Kejaksaan  tengah  menyusun  cetak  biru  pembaruan kejaksaan dengan asistensi Komisi Hukum Nasional. Di sini perlu ada dorongan politik yang kuat agar cetak biru tersebut tersusun dengan baik dan, lebih penting lagi, dapat terlaksana dengan baik.

Kemakmuran dan Kesejahteraan Suatu Negara

KEMAKMURAN DAN KESEJAHTERAAN SUATU NEGARA





TOLAK UKUR KEMAKMURAN NEGARA PADA FAKTOR PERTUMBUHAN EKONOMI YANG TINGGI

Pendapatan perkapita dan pendapatan nasional (faktor yang memacu pertumbuhan ekonomi) merupakan indikator terpenting dalam mengukur tingkat kesejahteraan rakyat suatu negara. Sebuah negara dikatakan makmur jika rakyatnya memiliki pendapatan perkapita yang tinggi. Namun demikian, tingginya pendapatan perkapita bukan penentu kemakmuran suatu negara. Meskipun negara itu pendapatan perkapitanya tinggi, namun jika terjadi perang saudara di dalam negara tersebut, maka tidak dapat disebut sebagai negara makmur/sejahtera. Karena dengan adanya peperangan banyak menimbulkan kematian, penderitaan, dan rasa tidak aman.

Ukuran suatu negara makmur atau tidak, berbeda antara negara satu dengan yang lainnya. Ukuran kemakmuran antara negara yang maju berbeda dengan bangsa yang sedang berkembang. Ada yang mengukur berdasarkan tingkat konsumsi rata-rata perorang dan berdasarkan pendapatan perkapita, ada yang mengukur berdasarkan tingkat pemenuhan kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan. Namun demikian, secara umum kemakmuran suatu negara tidak dapat dilihat hanya dari satu faktor saja, melainkan dengan berbagai hal yang diolah secara terpadu. Selain itu ukuran kemakmuran suatu bangsa bersifat kontekstual terhadap kondisi suatu Negara.

Kemakmuran bisa juga tercipta dari sumber daya alam dan energi yang melimpah. Kemakmuran itu bisa tercipta dengan mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam yang dimiliki. Memiliki kekayaan alam yang tak ternilai baik dari kesuburan tanah, pariwisata, barang tambang, kelautan, flora & fauna sudah seharusnya digunakan untuk meningkatkan kemakmuran penduduk karena kekayaan tersebut milik masyarakat di dalamnya.

Sehingga dapat di simpulkan bahwa kemakmuran suatu Negara dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang diterima Negara , akan tetapi pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum menentukan kemakmuran suatu Negara tanpa melihat kondisi ekonomi masyarakat atau penduduk Negara tersebut. Karena suatu Negara dapat dikatakan makmur apabila dapat mengatasi masalah ekonomi Negara dan masyarakatnya yang berhubungan dengan pendapatan nasional, kemiskinan, serta penggangguran.

PERNYATAAN DIATAS TERSEBUT MENJAMIN KESEJAHTERAAN PENDUDUKNYA?

Pernyataan diatas jelas menjamin kesejahteraan rakyat. Karna pendapatan nasional merupakan pendapatan dari suatu negara selama setahun, sedangkan pendapatan per kapita merupakan pendapatan dari penduduk suatu negara. Pendapatan nasional dan pendapatan per kapita memiliki hubungan yang searah dengan tingkat kemakmuran dan kesejahteraan suatu negara. Artinya, semakin tinggi pendapatan nasional dan pendapatan per kapita suatu negara, maka tingkat kemakmuran dan kesejahteraan negara tersebut akan semakin tinggi pula. Begitu pula dengan sebaliknya. Tetapi pendapatan nasional yang tinggi tidak dapat menjamin pendapatan per kapita akan tinggi  juga. Untuk menaikkan pendapatan per kapita, sebuah negara harus menaikkan pendapatan nasional dan memperkecil laju pertumbuhan penduduk.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat kemakmuran dan kesejahteraan perekonomian indonesia dapat dilihat dari pendapatan nasional dan pendapatan per kapita.

SIFAT-SIFAT PERTUMBUHAN EKONOMI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

    A. Sifat-sifat pertumbuhan ekonomi :

1. Suatu Proses
Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses, artinya pembangunan ekonomi itu berlangsung berlangsung secara terus-menerus bukan merupakan kegiatan yang sifatnya insidental ( tidak sengaja).
2. Usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita
Dikatakan terjadi pembangunan ekonomi jika terjadi kenaikan dalam hal pendapatan per kapita, karena kenaikan pendapatan kenaikan per kapita itu  merupakan cerminan terjadinya kesejahteraan ekonomi masyarakat.
3. Kenaikan pendaparan per kapita berlangsung dalam jangka panjang
Pendapatan per kapita secara rata-rata meningkat dari tahun ke tahun. Namun, hal tersebut bukan berarti bahwa pendaptan per kapita harus mengalami kenaikan secara terus-menerus, tetapi pada suatu waktu tertentu dapat turun, namun turunnya tidak terlalu besar.
4. Kenaikan pendapatan per kapita diikuti dengan terjadinya perubahan teknologi atau kelembagaan.
Maksudnya, dikatakan terjadi pembanguna ekonomi bukan saja berarti peningkatan pendapatan per kapita, namun kenaikan pendapatan per kapita juga harus diikuti dengan terjadinya perubahan teknologi. Misalnya di sektor pertanian, yang dulunya pengolahan lahan dengan menggunakan tenaga hewan, sekarang berganti meggunkana traktor
     
     B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

1.  Faktor Sumber Daya Manusia, Sama halnya dengan proses pembangunan, pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh SDM. Sumber daya manusia merupakan faktor terpenting dalam proses pembangunan, cepat lambatnya proses pembangunan tergantung kepada sejauhmana sumber daya manusianya selaku subjek pembangunan memiliki kompetensi yang memadai untuk melaksanakan proses pembangunan.
2. Faktor Sumber Daya Alam, Sebagian besar negara berkembang bertumpu kepada sumber daya alam dalam melaksanakan proses pembangunannya. Namun demikian, sumber daya alam saja tidak menjamin keberhasilan proses pembanguan ekonomi, apabila tidak didukung oleh kemampaun sumber daya manusianya dalam mengelola sumber daya alam yang tersedia. Sumber daya alam yang dimaksud dinataranya kesuburan tanah, kekayaan mineral, tambang, kekayaan hasil hutan dan kekayaan laut.
3. Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat mendorong adanya percepatan proses pembangunan, pergantian pola kerja yang semula menggunakan tangan manusia digantikan oleh mesin-mesin canggih berdampak kepada aspek efisiensi, kualitas dan kuantitas serangkaian aktivitas pembangunan ekonomi yang dilakukan dan pada akhirnya berakibat pada percepatan laju pertumbuhan perekonomian.
4. Faktor Budaya, Faktor budaya memberikan dampak tersendiri terhadap pembangunan ekonomi yang dilakukan, faktor ini dapat berfungsi sebagai pembangkit atau pendorong proses pembangunan tetapi dapat juga menjadi penghambat pembangunan. Budaya yang dapat mendorong pembangunan diantaranya sikap kerja keras dan kerja cerdas, jujur, ulet dan sebagainya. Adapun budaya yang dapat menghambat proses pembangunan diantaranya sikap anarkis, egois, boros, KKN, dan sebagainya.
5. Sumber Daya Modal, Sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah SDA dan meningkatkan kualitas IPTEK. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.

PERMASALAHAN PERTUMBUHAN PENDUDUK DI NEGARA BERKEMBANG

Permasalahan penduduk (kuantitas dan kualitas) : pembangunan suatu negara berkaitan dengan permasalahan kependudukannya.suatu pembangunan dapat berhasil jika didukung oleh subjek pembangunan, yakni penduduk yang memiliki kualitas dan kuantitas yang memadai. 

Permasalahan kuantitas penduduk dan dampaknya dalam pembangunan

Jumlah penduduk yang besar berdampak langsung terhadap pembangunan berupa tersedianya tenaga kerja yang sangat diperlukan dalam pelaksaaan pembangunan.akan tetapi, kuantitas penduduk tersebut juga memicu munculnya permasalahan yang berdampak terhadap pembangunan. Permasalahan-permasalahan tersebut diantaranya :

1.      Pesatnya pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan kemampuan produksi menyebabkan tingginya beban pembangunan berkaitan dengan penyediaan pangan, sandang, dan papan.
2.      Kepadatan penduduk yang tidak merata menyebabkan pembangunan hanya terpusat pada daerah-daerah tertentu yang padat penduduknya saja. Hal ini menyebabkan hasil pembangunan tidak bisa dinikmati secara merata, sehingga menimbulkan kesenjangan sosial antara daerah yang padat dan daerah yang jarang penduduknya.
3.      Tingginya angka urbanisasi menyebabkan munculnya kawasan kumuh di kota-kota besar, sehingga menimbulkan kesenjangan sosial antara kelompok kaya dan kelompok miskin kota
4.      Pesatnya pertumbuhan penduduk yang tidak seimbang dengan volume pekerjaan menyebabkan terjadinya pengangguran yang berdampak pada kerawanan sosial.

Permasalahan kualitas penduduk dan dampaknya terhadap pembangunan

Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan kualitas penduduk dan dampaknya terhadap pembangunan adalah sebagai berikut :

A.      Masalah tingkat pendidikan

Keadaan penduduk di negara-negara yang sedang berkembang   tingkat pendidikannya relatif lebih rendah  dibandingkan penduduk di negara-negara maju, demikian juga dengan tingkat pendidikan penduduk Indonesia.Rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia disebabkan oleh:
1.      Tingkat kesadaran masyarakat untuk bersekolah rendah
2.      Besarnya anak usia sekolah yang tidak seimbang dengan dengan penyediaan sarana pendidikan
3.      Pendapatan perkapita penduduk di Indonesia rendah

Dampak yang ditimbulkan dari rendahnya tingkat pendidikan terhadap pembangunan adalah:
1.      Rendahnya penguasaan teknologi maju, sehingga harus mendatangkan harus mendatangkan tenaga ahli dari negara maju. Keadaan ini sungguh ironis, di mana keadaan jumlah penduduk Indonesia besar, tetapi tidak mampu mencukupi kebutuhan tenga ahli yang sangat diperlukan dalam pembangunan.
2.      Rendahnya tingkat pendidikan mengakibatkan sulitnya masyarakat menerima hal-hal yang baru.hal ini nampak dengan ketidakmampuan masyarakat merawat hasil pembangunan secara benar, sehingga banyak fasilitas umum yang rusak karena ketidakmampuan masyarakat memperlakukan secara tepat.kenyataan seperti ini apabila terus dibiarkan akan menghambat jalannya pembangunan.oleh karena itu, pemerintah mengambil beberapa kebijakan yang dapat meningkatkan mutu pendidikan masyarakat. Usaha-usaha tersebut di antaranya :
·         Pencanangan wajib belajar 9 tahun
·         Mengadakan proyek belajar jarak jauh seperti SMP Terbuka dan Universitas Terbuka
·         Meningkatkan mutu guru melalui penataran-penataran
·         Menyempurnakan kurikulum sesuai perkembangan zaman
·         Mencanangkan gerakan orang tua asuh
·         Memberikan beasiswa bagi siswa yang berprestasi

B.      Masalah kesehatan

Tingkat kesehatan suatu negara umumnya dilihat dari besar kecilnya angka kematian, karena kematian erat kaitannya dengan kualitas kesehatan.kualitas kesehatan yang rendah umumnya disebabkan :
1.      Kurangnya sarana dan pelayanan kesehatan
2.      Kurangnya air bersih untuk kebutuhan sehari-hari
3.      Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan
4.      Gizi yang rendah
5.      penyakit menular
6.      lingkungan yang tidak sehat (lingkungan kumuh)

dampak rendahnya tingkat kesehatan terhadap pembangunan adalah terhambatnya pembangunan fisik karena perhatian tercurah pada perbaikan kesehatan yang lebih utama karena menyangkut jiwa manusia. Selain itu, jika tingkat kesehatan manusia menjadi objek dan subjek pembangunan rendah, maka dalam melakukan apapun khususnya pada saat bekerja, hasilnya pun tidak akan optimal.
Untuk menanggulangi masalah kesehatan ini, pemerintah mengambil beberapa tindakan untuk meningkatkan mutu kesehatan masyarakat, sehingga dapat mendukung lancarnya pelaksanaan pembangunan.upaya-upaya tersebut diantarnya :
1.      Mengadakan perbaikan gizi masyarakat
2.      Pencegahan dan pemberatasan penyakit menular
3.      Penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan
4.      Membangun sarana-sarana kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, dan lain-lain
5.      Mengadakan program pengadaan dan pengawasan obat dan makanan
6.      Mengadakan penyuluhan tentang kesehatan, gizi, dan kebersihan lingkungan

C.      Masalah tingkat penghasilan dan pendapatan

Tingkat penghasilan/pendapatan suatu negara biasanya diukur dari pendapatan per kapita, yaitu jumlah pendapatan rata-rata penduduk dalam suatu negara. Negara-negara berkembang  umumnya mempunyai pendapatan per kapita rendah, hal ini disebabkan oleh :
1.      Pendidikan masyarakat rendah, tidak banyak tenaga ahli, dan lain-lain
2.      Jumlah penduduk banyak
3.      Besarnya angka ketergantungan
Berdasarkan pendapatan per kapitanya, negara digolongkan menjadi 3, yaitu :
1.      Negara kaya, pendapatan per kapitanya  > US$ 1.000
2.      Negara sedang, pendapatan per kapitanya  = US$ 300-1.000
3.      Negara miskin, pendapatan per kapitanya < US$ 300

Adapun dampak rendahnya tingkat pendapatan penduduk terhadap pembangunan adalah :
1.      Rendahnya daya beli masyarakat menyebabkan pembangunan bidang ekonomi kurang berkembang baik
2.      Tingkat kesejahteraan masyarakat rendah menyebabkan hasil pembangunan hanya banyak dinikmati kelompok masyarakat kelas sosial menengah ke atas.
Untuk meningkatkan pendapatan masyarakat (kesejahteraan masyarakat), sehingga dapat mendukung lancarnya pelaksanaan pembangunan, pemerintah melakukan upaya dalam bentuk :
1.      Menekan laju pertumbuhan penduduk.
2.      Merangsang kemauan berwiraswasta
3.      Menggiatkan usaha kerajinan rumah tangga/industrialisasi
4.      Memperluas keselamatan kerja
5.      Meningkatkan GNP dengan cara meningkatkan barang dan jasa.




Daftar Pustaka      :

http://ardra.biz/ekonomi/ekonomi-makro/faktor-yang-mempengaruhi-pertumbuhan-ekonomi/
http://infoduk.babelprov.go.id/content/pertumbuhan-penduduk-yang-tinggi-dan-dampaknya
http://hedisasrawan.blogspot.com/2013/08/10-permasalahan-yang-terjadi-di-negara.htm

Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat



Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat






Pembangunan kependudukan dan masyarakat berkualitas merupakan bagian yang penting dalam pembangunan yang berkelanjutan, baik untuk mengendalikan kuantitas penduduk maupun untuk meningkatkan kualitas insani dan sumberdaya manusia. Masih tingginya laju pertumbuhan dan jumlah kuantitas penduduk. Masalah yang dihadapi antara lain adalah masih tingginya pertambahan jumlah penduduk secara absolut. Meskipun telah terjadi penurunan fertilitas, namun secara absolut pertambahan penduduk Indonesia meningkat sekitar 3 sampai 4 juta jiwa per tahun. Hal ini disebabkan karena tambahan pasangan usia subur yang dihasilkan dari ledakan kelahiran atau momentum demografi yang terjadi pada tahun 1970-an. Apabila masalah kependudukan tersebut tidak ditangani dengan baik, dapat berakibat pada semakin beratnya upaya pemenuhan kebutuhan dasar penduduk. Masih tingginya tingkat kelahiran penduduk. Faktor utama yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk adalah tingkat kelahiran. Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 1971, angka kelahiran total (TFR) diperkirakan 5,6 anak per wanita usia reproduksi, dan saat ini telah turun lebih 50 persen menjadi 2,6 anak per wanita (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia-SDKI, 2002-03). Penurunan TFR antara lain sebagai akibat dari meningkatnya pemakaian alat kontrasepsi (prevalensi) pada pasangan usia subur. Pada tahun 1971, angka prevalensi kurang dari 5 persen, meningkat menjadi 26 persen pada tahun 1980, 48 persen pada tahun 1987, 57 persen tahun 1997, dan tahun 2002 sebesar 60 persen (SDKI 2002-03). Meningkatnya angka prevalensi juga berakibat pada peningkatan pelayanan KB termasuk penyediaan alat kontrasepsi. Keterbatasan penyediaan alat kontrasepsi masih menjadi persoalan utama dalam pelayanan KB. Dalam hal ini keluarga miskin merupakan fokus utama dalam pelayanan KB termasuk penyediaan alat kontrasepsi.

Langkah-langkah Pengendalian Pertumbuhan Penduduk

Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara dikemukakan bahwa kebijaksanaan kependudukan diarahkan pada pengembangan pendu­-duk sebagai sumber daya manusia agar menjadi kekuatan pemba­ngunan bangsa yang efektif dan bermutu dalam rangka mewujudkan mutu kehidupan masyarakat yang senantiasa meningkat. Sehubungan dengan itu perlu terus ditingkatkan upaya pengendalian pertumbuhan dan penyebaran penduduk, di samping pendidikan, kesehatan, pertumbuhan ekonomi, pembangunan daerah dan pencip­-taan lapangan kerja.
Jelaslah kiranya bahwa salah satu unsur pokok kebijaksa-naan kependudukan sebagai upaya pengembangan sumber daya manu­sia adalah upaya pengendalian pertumbuhan penduduk. Pengenda- lian pertumbuhan penduduk mutlak diperlukan, bukan saja oleh karena pertumbuhan penduduk yang tinggi akan mengurangi serta memperlambat pencapaian sasaran peningkatan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh, melainkan karena pertumbuhan yang tinggi juga akan mempengaruhi secara kurang menguntungkan ke­sejahteraan keluarga dan perkembangan mutu sumber daya manusia.
Oleh karena itu pengendalian pertumbuhan penduduk akan ditingkatkan dan diintensifkan dalam Repelita V. Pengendalian pertumbuhan penduduk terutama akan dilaksanakan melalui penu­runan tingkat kelahiran dan penurunan tingkat kematian.

a. Penurunan Tingkat Kelahiran
Penurunan tingkat kelahiran terutama akan diusahakan se­cara langsung melalui pemantapan pelaksanaan program keluarga berencana yang diarahkan pada pengikutsertaan seluruh lapisan masyarakat dan potensi yang ada. Usaha ini perlu dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu sehingga dapat tercipta suatu gerakan keluarga berencana. Kebijaksanaan penurunan tingkat kelahiran perlu pula dibarengi dengan kebijaksanaan yang di­arahkan kepada usaha meningkatkan umur perkawinan dan umur persalinan pertama, dan dengan upaya meningkatkan kesadaran penduduk akan kegunaan dan keuntungan mempunyai anak sedikit. Kebijaksanaan ini selanjutnya akan mendorong pelembagaan. Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) di samping akan mempercepat penurunan tingkat kelahiran.
Penurunan tingkat kematian, terutama kematian bayi, anak dan ibu, serta peningkatan usia harapan hidup pada saat la­hir, dilaksanakan melalui kebijaksanaan peningkatan status kesehatan dan gizi, peningkatan pelayanan kesehatan, pening-katan kesehatan lingkungan dan peningkatan keselamatan kerja.

b. Penurunan Tingkat Kematian
Usaha-usaha pembangunan kependudukan secara keseluruhan telah dapat meningkatkan tingkat harapan hidup dari 56 tahun pada tahun 1983 menjadi 63 tahun pada tahun 1988. Di samping itu, tingkat kematian khususnya kematian bayi juga sudah me­nurun, yaitu dari 90 bayi per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1983 menjadi 58 per 1.000 kelahiran pada tahun 1988. Walaupun demikian, tingkat kematian bayi tersebut masih dira­sakan terlalu tinggi sehingga usaha penurunannya masih terus dilaksanakan selama Repelita V. Dalam Repelita V secara nasional tingkat kematian bayi diharapkan dapat diturunkan dari 58 per 1.000 kelahiran pada akhir Repelita IV menjadi sekitar 50 per 1.000 kelahiran pada akhir Repelita V. Sasaran penurunan tingkat kematian bayi ini akan dibarengi dengan penurunan tingkat kematian kasar dari 7,9 per 1.000 penduduk pada tahun 1988 menjadi sekitar 7,5 per 1.000 penduduk pada tahun 1993. Sementara itu, angka harapan hidup waktu lahir diharapkan meningkat dari 63 tahun pada tahun 1988 menjadi sekitar 65 tahun pada tahun 1993.

c. Peningkatan Mutu Penduduk
Peningkatan status gizi penduduk amat penting peranannya dalam pencapaian sasaran-sasaran kependudukan. Kebijaksanaan di bidang pangan dan gizi secara umum ditujukan bagi pening­-katan upaya penyediaan pangan dan penganekaragaman pola kon­-sumsi pangan dalam rangka terpenuhinya kebutuhan gizi pendu­duk yang semakin bermutu secara merata. Namun secara khusus dalam rangka menurunkan tingkat kematian dan memperpanjang tingkat harapan hidup, maka kebijaksanaan pangan dan perbaik­an gizi terutama ditujukan bagi peningkatan keadaan gizi ke­lompok-kelompok tertentu yang mengalami penyakit kekurangan gizi, yaitu penyakit kurang kalori protein, kekurangan vi­tamin A, gondok endemik dan anemia gizi besi. Kelompok sasar­an usaha-usaha tersebut adalah golongan penduduk rawan gizi termasuk anak balita, ibu hamil dan menyusui dan anak-anak sekolah dasar, baik di kota maupun di desa, serta golongan masyarakat berpendapatan rendah.
Pendidikan penting peranannya dalam usaha mencapai sa­-saran-sasaran kependudukan terutama melalui perubahan sikap dan perilaku terhadap suatu tatanan kehidupan yang baru. Kesadaran dan kemampuan yang dibutuhkan dalam rangka melaksa­nakan cara hidup sehat, pengendalian kelahiran, peningkatan kemampuan dan kualitas sumber daya manusia, serta keserasian antara kependudukan dan lingkungan hidup, dapat dipercepat peningkatannya melalui pendidikan. Sejalan dengan itu maka usaha-usaha di bidang pendidikan terus ditingkatkan.
Salah satu masalah yang dihadapi dalam Repelita V adalah meningkatnya jumlah penduduk yang memerlukan sarana dan pra-sarana sekolah menengah. Dalam hubungan ini akan dilaksanakan perluasan kesempatan belajar pada tingkat pendidikan me­nengah dengan meningkatkan daya tampung pendidikan formal dan non formal, serta meningkatkan partisipasi perguruan swasta.
Sejalan dengan hal tersebut, akan ditingkatkan pula daya tam­pung, produktivitas dan kualitas pendidikan tingkat sekolah lanjutan atas, kejuruan, politeknik dan perguruan tinggi se­hingga dapat menunjang pencapaian tujuan peningkatan kualitas manusia serta sumber daya manusia.
Usaha-usaha peningkatan pendidikan dan keterampilan juga diarahkan pada kemampuan untuk meningkatkan perluasan lapang­an kerja dan partisipasi produktif angkatan kerja guna mengu­rangi beban ketergantungan. Di samping itu usaha-usaha peme­rataan pendapatan dan kesempatan kerja tersebut diharapkan akan dapat mengurangi motivasi ke arah keinginan mempunyai anak dalam jumlah yang banyak. Sejalan dengan itu, dalam rangka pengendalian kelahiran serta peningkatan mutu sumber daya manusia langkah-langkah dan kebijaksanaan pembangunan bagi perluasan lapangan kerja dan pemerataan pendapatan di­lanjutkan dan ditingkatkan.

Lembaga Yang Terlibat

a. Pemerintah
Pemerintah selaku aparat yang menjadi ujung tombak dalam membina masyarakat untuk menyadarkan masyarakat akan arti pentingnya pengendalianlaju pertumbuhan penduduk dewasa ini. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah diantaranya dengan penetapkan peraturan mengenai Keluarga Berencana (KB), menetapakan program-program kerja pemerintah baik jangka panjang maupun jangka pendek.

b. LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)
Salah satu pihak yang paling dekat dengan masyarakat yaitu LSM diharapkan dapat membantu pemerintah terutama dalam mensosialisasi program-program pemerintah baik program jangka panjang maupun program jangka pendek. Dengan pensosialisasi ini diharapakan kesadaran masyarakat akan semakin meningkat misalanya dalam program KB, pengguanaan alat kontrasepsi dan lain-lain.

c. Sekolah
Sekolah sebagai salah satu tempat yang paling memungkinkan untuk pemberian penyuluhan maupun sosialisasi mengenai masalah-masalah yang dihadapi dewasa ini misalnya masalah pertumbuhan penduduk yang mempengaruhi permasalahan bangsa diantaranya masalah kriminalitas, pengangguran dan lain-lain. Di sekolah guru sebagai orang yang paling dianggap sebagai orang yang paling penting dalam pemberian dan pengarah diharapakan dapat membantu pemerintah dalam pelaksanaan program-program yang telah di rencanakan.

Hambatan


Dalam suatu pelaksanaan progran tentu ditemukan berbagai hambatan-hambatan terutama hambatan di lapangan. Misalanya hambatan dari segi etnik sebagai contoh ada masyarakat yang tidak mau menerima begitu saja program-program pemerintah. Selain itu dari segi geografgis, kita ketahui bahwa indonesia terdiri dari berbagai pulau yang semuanya dikelilingi oleh lautan selain itu sarana dan prasarana penunjang belum tersedia contoh jalan, jembatan maupun kendaraan yang dibutuhkan agar jarak tempuh dapat diperkecil dan waktu yang dapat dipersingkat.
 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS