Kemiskinan di Indonesia
A. Definisi Kemiskinan
Dalam
kamus ilmiah populer, kata “Miskin” mengandung arti tidak berharta (harta yang
ada tidak mencukupi kebutuhan) atau bokek. Adapun kata “fakir” diartikan
sebagai orang yang sangat miskin. Secara Etimologi makna yang terkandung yaitu
bahwa kemiskinan sarat dengan masalah konsumsi. Hal ini bermula sejak masa
neo-klasik di mana kemiskinan hanya dilihat dari interaksi negatif
(ketidakseimbangan) antara pekerja dan upah yang diperoleh.
Kemiskinan juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang
tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari atau bisa dikatakan
dengan suatu kondisi serba kekurangan dalam arti minimnya materi yang dimana
mereka ini tidak dapat menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan
kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perkembangan
arti definitif dari pada kemiskinan adalah sebuah keniscayaan. Berawal dari
sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki
keadaan hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan komponen-komponen
sosial dan moral. Misal, pendapat yang diutarakan oleh Ali Khomsan bahwa
kemiskinan timbul oleh karena minimnya penyediaan lapangan kerja di berbagai
sektor, baik sektor industri maupun pembangunan. Senada dengan pendapat di atas
adalah bahwasanya kemiskinan ditimbulkan oleh ketidakadilan faktor produksi,
atau kemiskinan adalah ketidakberdayaan masyarakat terhadap sistem yang
diterapkan oleh pemerintah sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah
dan tereksploitasi. Arti definitif ini lebih dikenal dengan kemiskinan
struktural.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut,
kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin
absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan,
papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup
di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat
sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau
sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya
sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.
B. Indikator-Indikator Kemiskinan
Untuk
menuju solusi kemiskinan penting bagi kita untuk menelusuri secara detail
indikator-indikator kemiskinan tersebut. Adapun indikator-indikator kemiskinan
sebagaimana di kutip dari Badan Pusat Statistika, antara lain sebagai berikut :
1.
Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar
(sandang, pangan dan papan)
2.
Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup
dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih, dan transportasi).
3.
Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya
investasi untuk pendidikan dan keluarga).
4.
Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat
individual maupun massa.
5.
Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan
terbatasnya sumber daya alam.
6.
Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial
masyarakat.
7.
Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata
pencaharian yang berkesinambungan.
8.
Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik
maupun mental.
9.
Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial
(anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin,
kelompok marginal dan terpencil)
C. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan
Ada
dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yaitu kemiskinan alami
dan kemiskinan buatan. Kemiskinan alami terjadi akibat sumber daya alam (SDA)
yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan
buatan diakibatkan oleh imbas dari para birokrat kurang berkompeten dalam
penguasaan ekonomi dan berbagai fasilitas yang tersedia, sehingga mengakibatkan
susahnya untuk keluar dari kemelut kemiskinan tersebut. Dampaknya, para ekonom
selalu gencar mengkritik kebijakan pembangunan yang mengedepankan pertumbuhan
ketimbang dari pemerataan.
Di
bawah ini beberapa penyebab kemiskinan menurut pendapat Karimah Kuraiyyim, yang
antara lain adalah:
1.
Merosotnya standar perkembangan pendapatan
per-kapita secara global.
Yang penting digaris bawahi di sini
adalah bahwa standar pendapatan per-kapita bergerak seimbang dengan
produktivitas yang ada pada suatu sistem. Jikalau produktivitas berangsur
meningkat maka pendapatan per-kapita pun akan naik. Begitu pula sebaliknya,
seandainya produktivitas menyusut maka pendapatan per-kapita akan turun
beriringan. Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kemerosotan standar
perkembangan pendapatan per-kapita:
·
Naiknya standar perkembangan suatu daerah
·
Politik ekonomi yang tidak sehat.
·
Faktor-faktor luar negeri, diantaranya:
a.
Rusaknya syarat-syarat perdagangan
b.
Beban hutang
c.
Kurangnya bantuan luar negeri, dan
d.
Perang
2.
Menurunnya etos kerja dan produktivitas
masyarakat.
Terlihat jelas faktor ini sangat
urgent dalam pengaruhnya terhadap kemiskinan. Oleh karena itu, untuk menaikkan
etos kerja dan produktivitas masyarakat harus didukung dengan SDA dan SDM yang
bagus, serta jaminan kesehatan dan pendidikan yang bisa dipertanggungjawabkan
dengan maksimal
3.
Biaya kehidupan yang tinggi.
Melonjak tingginya biaya kehidupan di
suatu daerah adalah sebagai akibat dari tidak adanya keseimbangan pendapatan
atau gaji masyarakat. Tentunya kemiskinan adalah konsekuensi logis dari realita
di atas. Hal ini bisa disebabkan oleh karena kurangnya tenaga kerja ahli,
lemahnya peranan wanita di depan publik dan banyaknya pengangguran.
4.
Pembagian subsidi in come pemerintah yang kurang
merata.
Hal ini selain menyulitkan akan
terpenuhinya kebutuhan pokok dan jaminan keamanan untuk para warga miskin, juga
secara tidak langsung mematikan sumber pemasukan warga. Bahkan di sisi lain
rakyat miskin masih terbebani oleh pajak negara.
Selain itu, ada juga penyebab utama
lain dari timbulnya kemiskinan ini, diantaranya :
§
Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan
§
Terbatasnya akses serta rendahnya mutu layanan
kesehatan, pendidikan, dan sempitnya lapangan pekerjaan
§
Kurangnya pengawasan serta perlindungan terhadap
asset usaha
§
Kurangnya penyesuaian terhadap gaji upah yang
tidak sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan seseorang
§
Memburuknya kondisi lingkungan hidup dan
sumberdaya alam
§
Besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh
besarnya tanggungan keluarga.
§
Tata kelola pemerintahan yang buruk yang
menyebabkan inefisiensi dan inefektivitas dalam pelayanan publik, meluasnya
korupsi dan rendahnya jaminan sosial terhadap masyarakat.
D. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di
Indonesia
Laporan
Bank Pembangunan Asia (ADB) menyebutkan bahwa dalam lima tahun terakhir keadaan
kemiskinan di Indonesia semakin memburuk. Hal ini diduga karena pesatnya pertumbuhan
penduduk yang tidak seimbang dengan meningkatnya Gross Domestic Product (GDP)
dan atau disebabkan semakin luasnya kesenjangan social.
Hingga kini kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan yang menjadi
isu sentral di Indonesia. Lebih dari 110 juta orang Indonesia hidup dengan
penghasilan kurang dari US$ 2 per hari. Jumlah ini sama dengan jumlah penduduk
Malaysia, Vietnam, dan Kamboja jika digabungkan. Sebagian besar penduduk miskin
di Asia Tenggara tinggal di Indonesia.
Kemiskinan menjadi alasan rendahnya Human Development Index (Indeks
Pembangunan Manusia) Indonesia. Secara menyeluruh, kualitas manusia Indonesia
relatif sangat rendah jika dibandingkan dengan kualitas manusia di
negara-negara lain di dunia. United Nations Development Programme (UNDP)
menempatkan HDI Indonesia di peringkat 124 dari 187 negara pada tahun 2011. Di
tahun yang sama, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 30 juta orang,
sebesar 37% dari jumlah tersebut berada di daerah perkotaan dan 63% di daerah
pedesaan.
Kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang,
dan papan secara terbatas, membuat anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan
yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya kemampuan untuk
menabung dan berinvestasi, minimnya akses ke pelayanan publik, kurangnya
lapangan pekerjaan dan jaminan sosial, serta menguatnya arus urbanisasi ke
kota.
No comments:
Post a Comment