HUKUM DAGANG
1.
Hubungan
Hukum Perdata dengan Hukum Dagang
Hukum
Dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan
perdagangan untuk memperoleh keuntungan . atau hukum yang mengatur hubungan
hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan
perdagangan .
Hukum
Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum
antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan pada
kepentingan perseorangan.
Hukum
perdata merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang merupakan hukum
khusus (lex specialis). Dengan diketahuinya sifat dari kedua kelompok hukum
tersebut, maka dapat disimpulkan keterhubungannya sebagai lex specialis derogat
lex generalis, artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang
bersifat umum. Adagium ini dapat disimpulkan dari pasal 1 Kitab undang-Undang
Hukum Dagang yang pada pokoknya menyatakan bahwa: “Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata seberapa jauh dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak khusus
diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang
disinggung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Hubungan
antara KUHD dengan KUH perdata adalah sangat erat, hal ini dapat dimengerti
karena memang semula kedua hukum tersebut terdapat dalam satu kodefikasi.
Pemisahan keduanya hanyalah karena perkembangan hukum dagang itu sendiri dalam
mengatur pergaulan internasional dalam hal perniagaan. Hukum Dagang merupakan
bagian dari Hukum Perdata, atau dengan kata lain Hukum Dagang meruapkan
perluasan dari Hukum Perdata. Untuk itu berlangsung asas Lex Specialis dan Lex
Generalis, yang artinya ketentuan atau hukum khusus dapat mengesampingkan
ketentuan atau hukum umum. KUHPerdata (KUHS) dapat juga dipergunakan dalam hal
yang daitur dalam KUHDagang sepanjang KUHD tidak mengaturnya secara khusus.
2.
Berlakunya
Hukum Dagang di Indonesia
Sebelum
tahun 1938 hukum dagang hanya mengikat kepada parapedagang saja yang melakukan
perbuatandagang, tetapi sejak tahun 1938 pengertian dagang dirubah
menjadiperbuatan perusaan yang artinya
lebih luas sehingga berlaku bagi setiap pengusaha (perusahaan). Hukum
dagang di Indonesia bersumber pada :
Hukum
tertulis dikodifikasi
·
KUHD
·
KUHP
Perkembangan
hukum dagang sebenernya telah dimulai sejak abad eropa ( 1000/1500 ) yang
terjadi di Negara dan kota-kota di eropa, dan pada zaman itu di Italia dan
Prancis Selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan, tetapi hukum
romawi tidak dapat menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan
perdagangan maka dibuatlah hukum baru yang berdiri sendiri pada abad 16 &
17, yang disebut dengan hukum pedagang khususnya mengatur dalam dunia
perdagangan dan hukum ini bersifat Unifikasi. KUHD Indonesia diumumkan dengan
publikasi tanggal 30 April 1847, yang mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848
KUHD Indonesia itu hanya turunan belaka dari “Wetboek Koophandel” dari Belanda
yang dibuat atas dasar asas korkondansi ( pasal 131. I.S ).
Pada
tahun 1906 kitab III KUHD Indonesia diganti dengan peraturan kepailitan yang
berdiri sendiri di luar KUHD. Sehingga sejak tahun 1906 Indonesia hanya
memiliki 2 kitab KUHD, yaitu kitab I & kitab I ( C.S.T. Kansil, 1985 : 14
). Karena asas konkordansi juga, maka 1 Mei 1948 di Indonesia berasal dari
KUHS. Adapun KUHS Indonesia berasal dari KUHS Netherland pada 31 Desember 1830.
3.
Hubungan
Pengusaha dan Pembantu Pengusaha
Pengusaha
(pemilik perusahaan) yang mengajak pihak lain untuk menjalankan usahanya secara
bersama-sama,atau perusahaan yang dijalankan dan dimiliki lebih dari satu
orang, dalam istilah bisnis disebut sebagai bentuk kerjasama. Bagi perusahaan
yang sudah besar, Memasarkan produknya biasanya dibantu oleh pihak lain, yang
disebut sebagai pembantu pengusaha. Secara umum pembantu pengusaha dapat
digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu:
a)
Pembantu-pembantu pengusaha di dalam
perusahaan, misalnya pelayan toko, pekerja keliling, pengurus fillial, pemegang
prokurasi dan pimpinan perusahaan.
b)
Pembantu pengusaha diluar perusahaan,
misalnya agen perusahaan, pengacara, noratis, makelar, komisioner.
4.
Kewajiban-Kewajiban
Sebagai Pengusaha
Kewajiban
pengusaha antara lain :
a) Memberikan
ijin kepada buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya
b) Dilarang
memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu, kecuali ada
ijin penyimpangan
c) Tidak
boleh mengadakan diskriminasi upah laki/laki dan perempuan
d) Bagi
perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat
peraturan perusahaan
e) Wajib
membayar upah pekerja pada saat istirahat / libur pada hari libur resmi
f) Wajib
memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerja yang telah mempunyai masa
kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih
g) Wajib
mengikut sertakan dalam program Jamsostek
5.
Bentuk-Bentuk
Badan Usaha
a) Perusahaan
Perorangan
Perusahaan Perorangan adalah
perusahaan yang dikelola dan diawasi oleh satu orang sehingga semua keuntungan
yang didapatkan akan menjadi haknya secara penuh dan jika terdapat kerugian
maka yang bersangkutan harus menanggung resiko tersebut secara sendiri.
b) Firma
Firma adalah Bentuk
badan usaha yang didirikan oleh beberapa orang dengan menggunakan nana bersama
atau satu nama digunakan bersama. Dalam firma semua anggota bertanggung-jawab
sepenuhnya, baik sendiri-sendiri maupun bersama terhadap utang-utang perusahaan
kepada pihak lainnya.
c) Persekutuan
Komanditer (Commanditer Vennootschap)
Persekutuan Komanditer
adalah persekutuan yang didirikan oleh beberapa orang sekutu yang menyerahkan
dan mempercayakan uangnya untuk dipakai dalam persekutuan.
d) Perseroan
Terbatas
Perseroan terbatas (PT/NV
atau Naamloze Vennotschap) adalah suatu badan usaha yang mempunyai kekayaan,
hak, serta kewajiban sendiri, yang terpisah dari kekayaan, hak sereta kewajiban
para pendiri maupun pemilik.
e) Koperasi
Menurut UU no. 25 Tahun
1992, Koperasi adalah suatu bentuk badan usaha yang beranggotakan orang-orang
atau badan hukum koperasi yang melandaskan kegiatannya pada prinsip koperasi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas azas
kekeluargaan.
f) Yayasan
Yayasan adalah suatu
badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan dan
kemanusiaan, didirikan dengan memperhatikan persyaratan formal yang ditentukan
dalam undang-undang.
g) Badan
Usaha Milik Negara (BUMN)
BUMN adalah semua
perusahaan dalam bentuk apapun dan bergerak dalam bidang usaha apapun yang
sebagian atau seluruh modalnya merupakan kekayaan Negara, kecuali jika
ditentukan lain berdasarkan Undang Undang.
6.
Perusahaan
Persekutuan Berbadan Hukum
Perusahaan
berbadan hukum adalah sebuah subjek hukum yang mempunyai kepentingan sendiri
terpisah dari kepentingan pribadi anggotanya, mempunyai harta sendiri yang
terpisah dari harta anggotanya, punya tujuan yang terpisah dari tujuan pribadi
para anggotanya dan tanggung jawab pemegang saham terbatas kepada nilai saham
yang diambilnya.
Kekayaan
yang dicatat dalam pembukuan itu hanya kekayaan perusahaan ( perseroan
terbatas) saja tidak termasuk kekayaan pribadi para pemegang saham, pengurus
dan komisaris, karena PT adalah badan hukum yang merupakan subjek hukum
tersendiri di luar pemegang sahamnya, yang memuliki hak dan kewajiban sendiri.
Perusahaan perseorangan
Perusahaan
swasta yang didirikan dan dimiliki oleh pengusaha perorangan yang bukan
berbadan hukum, dapat berbentu perusahaan dagang, perusahaan jasa, dan
perusahaan industri.
Secara
resmi, tidak ada perusahaan perseorangan, tetapi dalam praktik di masyarakat
perdagangan telah ada suatu bentuk perusahaan perorangan yang diterima oleh
msyarakat, yaitu perusahaan dagang.
Sementara
itu, untuk mendirikan perusahaan dagang dagang secara resmi belum ada, tetapi
dalam praktenya orang yang akan mendirkan perusahaan dagang dapat mengajukan
permohonan dengan izin usaha (SIU) kepada kantor wilayah perdagangan dan
mengajukan suart izin tempat usaha (SITU) kepada pemerintah daerah setempat.
Dengan
izin-izin tersebut, orang dapat melakukan usaha perdagangan yang dikehendaki,
sehingga kedua surat izin tersebut merupakan tanda bukti sah menurt hukum bagi
pengusaha dagang yang akan melakukan usahanya
7.
Penyatuan
Perusahaan
a. Penggabungan
(merger)
Penggabungan adalah
penggabungan dua atau lebih perusahaan ke dalam satu perusahaan. Penggabungan
perusahaan dapat dilakukan secara horizontal (kombinasi satu perusahaan dengan
perusahaan lain yang kegiatannya masih dalam lini bisnis yang sama), dan secara
vertikal (kombinasi satu perusahaan dengan perusahaan lain yang kegiatannya
menunjukkan adanya hubungan sebagai produsen-suplier).
b. Peleburan
(konsolidasi)
Merupakan peleburan dua
atau lebih perusahaan menjadi satu perusahaan yang baru sama sekali, sementara
tiap-tiap perusahaan yang meleburkan diri berakhir kedudukannya sebagai badan
hukum. Peleburan hanya dapat dilakukan apabila disetujui o;eh RUPS tiap-tiap
perseroan.
c. Pengambilalihan
(akuisisi)
Merupakan pembelian
seluruh atau sebagian saham dalam satu atau lebih oleh perusahaan-perusahaan
yang lainnya. Namun, perusahaan yang diambil alih sahamnya tetap hidup sebagai
badan hukum atau perusahaan hanya saja berada di bawah control perusahaan yang
mengambil alih saham-sahamnya.
8.
Pembubaran
dan Likuidasi Perseroan Terbatas
Pembubaran
dan likuidasi perseroan terbatas berpedoman pada Pasal 114 UUPT, dapat terjadi
karena:
a. Keputusan
RUPS
Direksi, Dewan
Komisaris atau satu pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit satu
persepuluh bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, dapat mengajukan
usul pembubaran Perseroan kepada RUPS. Keputusan RUPS tentang pembubaran
perseroan sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 89 UUPT. Pembubaran perseroan dimulai sejak
saat yang ditetapkan dalam keputusan RUPS.
b. Jangka
waktu berdirinya yang diterapkan dalam anggaran dasar telah berakhir.
Dalam jangka waktu
paling lambat tiga puluh hari setelah jangka waktu berdirinya perseroan
berakhir RUPS menetapkan penunjukan likuidator. Direksi tidak boleh melakukan
perbuatan hukum baru atas nama perseroan setelah jangka waktu berdirinya
perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir.
c. Penetapan
pengadilan, apabila terjadi sebagai berikut;
1) Permohonan
kejaksaan berdasarkan alasan yang kuat bahwa perseroan telah melanggar
kepentingan umum.
2) Permohonan
satu orang atau lebih pemegang saham atau yang mewakilinya, paling sedikit 1/10
bagian dari jumlah seluruh saham dan mempunyai hak suara yang sah.
3) Permohonan
kreditor berdasarkan alasan (a) perseroan tidak mampu membayar utangnya setelah
dinyatakan pailit, atau (b) harta kekayaan perseroan tidak cukup untuk melunasi
seluruh utangnya setelah pernyataan pailit dicabut; atau diperlukannya
permohonan kreditor tersebut karena kepailitan tidak sendirinya mengakibatkan
perseroan bubar.
Dengan
demikian, jika perseroan telah bubar maka perseroan tidak dapat melakukan
perbuatan hukum, kecuali untuk membereskan kekayaan dalam proses likuidasi.
Sementara itu, dalam proses pemberesan (likuidasi) yang dilakukan oleh
likudator maka mengenai nama-nama anggota ditentukan oleh RUPS jika perseroan
tersebut dibubarkan berdasarkan keputusan RUPS.
Sumber :
http://statushukum.com/hukum-dagang.html
No comments:
Post a Comment