Home

Kesetaraan Gender

April 04, 2016

KESETARAAN GENDER



Pernah suatu hari saya melihat sebuah requirement sebuah perusahaan di salah satu website pencarian kerja. Pada requirement tersebut, saya melihat satu point yang cukup menarik perhatian, yaitu untuk menempati suatu posisi pada perusahaan tersebut, they preferably man to fill that job. Man. Yeah, MAN. Padahal, jika melihat posisi yang ditawarkan, perempuan pun bisa mengisi dan menjalankan pekerjaan tersebut. But why that company still prefer to hire a man? What’s wrong with woman?

Dari contoh diatas, dapat kita simpulkan bahwa kesenjangan gender di dunia pekerjaan masihlah tinggi. Dan itu tidak hanya terjadi di  dunia pekerjaan. Di dalam berbagai kesempatan, wanita masih saja sering di pojokan dalam usaha mereka memperoleh peluang untuk melakukan sesuatu. Oleh karena itu, mulailah munculah istilah “Kesetaraan Gender” yang sering dielu-elukan oleh kaum wanita untuk mendapatkan persamaan hak sebagaimana pria.

Namun, disaat istilah Kesetaraan Gender mulai dikenal dimana-mana, masih ada beberapa pihak yang belum mengetahui apa makna Kesetaraan Gender. Bahkan masih ada yang belum dapat membedakan antara gender dengan jenis kelamin (sex) Kesalahan dalam memahami makna gender merupakan salah satu faktor yang menyebabkan sikap menentang atau sulit bisa menerima analisis gender dalam memecahkan masalah kesenjangan gender tersebut.

Seks adalah perbedaan laki-laki dan perempuan yang berdasar atas anatomi biologis dan merupakan kodrat Tuhan. Menurut Mansour Faqih, sex berarti jenis kelamin yang merupakan penyifatan atau pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Perbedaan anatomi biologis ini tidak dapat diubah dan bersifat menetap, kodrat dan tidak dapat ditukar. Oleh karena itu perbedaan tersebut berlaku sepanjang zaman dan dimana saja.

Secara terminologis, makna jenis kelamin (sex) adalah perbedaan fisik yang didasarkan pada anatomi biologi manusia, terutama yang berhubungan dengan fungsi reproduksi. Berdasarkan perbedaan fisik dan biologis inilah dapat teridentifikasi dua jenis kelamin manusia, yaitu laki-laki dan perempuan. Dengan kata lain, perbedaan antara perempuan dan laki-laki murni didasarkan pada fungsi organ reproduksi yang kodrati dan bersifat alamiah (nature).

Sedangkan gender adalah pembedaan peran, fungsi dan tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang dihasilkan dari konstruksi sosial budaya dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Secara etimologis gender berasal dari kata gender yang berarti jenis kelamin. Tetapi Gender merupakan perbedaan jenis kelamin yang bukan disebabkan oleh perbedaan biologis dan bukan kodrat Tuhan, melainkan diciptakan baik oleh laki-laki maupun perempuan melalui proses sosial budaya yang panjang.

Gender bukan hanya ditujukan kepada perempuan semata, tetapi juga kepada laki-laki. Hanya saja, yang dianggap mengalami posisi termarginalkan sekarang adalah pihak perempuan, maka perempuanlah yang lebih ditonjolkan dalam pembahasan untuk mengejar kesetaraan gender yang telah diraih oleh laki-laki beberapa tingkat dalam peran sosial.

Jenis kesenjangan gender sendiri terdiri dari berbagai bentuk, antara lain :
1.      Stereotip/Citra Baku, yaitu pelabelan terhadap salah satu jenis kelamin yang seringkali bersifat negatif dan pada umumnya menyebabkan terjadinya ketidakadilan.Misalnya, karena perempuan dianggap ramah, lembut, rapi, maka lebih pantas bekerja sebagai sekretaris, guru Taman Kanak-kanak. Padahal disisi lain laki-laki pun bisa menjadi sekertaris tidak hanya perempuan saja.
2.      Subordinasi/Penomorduaan, yaitu adanya anggapan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih rendah atau dinomorduakan posisinya dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya.Contoh:  dari Sejak dulu, perempuan mengurus pekerjaan domestik sehingga perempuan dianggap sebagai “orang rumah” atau “teman yang ada di belakang”.
3.      Marginalisasi/Peminggiran, yaitu kondisi atau proses peminggiran terhadap salah satu jenis kelamin dari arus/pekerjaan utama yang berakibat kemiskinan. Misalnya, perkembangan teknologi menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin yang pada umumnya dikerjakan oleh laki-laki.
4.      Beban Ganda/Double Burden, yaitu adanya perlakuan terhadap salah satu jenis kelamin dimana yang bersangkutanbekerja jauh lebih banyak dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya.
Mengapa Beban Ganda bisa terjadi? Berbagai observasi menunjukkan bahwa perempuan mengerjakan hampir 90 persen dari pekerjaan dalam rumah tangga. Dan bagi perempuan yang bekerja di luar rumah, selain bekerja di wilayah publik, mereka juga masih harus mengerjakan pekerjaan domestik dan sebagainya.
5.      Kekerasan/Violence, yaitu entuk lain dari diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah beban ganda yang harus dilakukan oleh salah satu jenis kalamin tertentu secara berlebihan. Dalam suatu rumah tangga pada umumnya beberapa jenis kegiatan dilakukan laki-laki, dan beberapa dilakukan oleh perempuan. Berbagai observasi, menunjukkan perempuan mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan dalam rumah tangga. Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain bekerja di tempat kerja juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Dalam proses pembangunan, kenyataannya perempuan sebagai sumber daya insani masih mendapat pembedan perlakuan, terutama bila bergerak dalam bidang publik. Dirasakan banyak ketimpangan, meskipun ada juga ketimpangan yang dialami kaum laki-laki di satu sisi.

Setelah mengerti perbedaan konsep antara jenis kelamin dengan gender, selanjutnya mari kita mencoba untuk memahami makna dari kesetaraan gender. Kesetaraan gender adalah suatu kondisi dimana semua manusia (baik laki-laki maupun perempuan) bebas mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa dibatasi oleh stereotype, peran gender yang kaku.

Secara budaya banyak sekali anggapan-anggapan bahwa perempuan kurang layak untuk mempunyai suatu pekerjaan yang levelnya di atas pria, bukan karena melihat bahwa perempuan itu lemah, tapi coba saja lihat di setiap desa-desa perempuan lebih memilih mengurus anak dan suaminya ketimbang harus bekerja banting tulang, kebanyakan perempuan di desa mempertanggung jawabkan pekerjaan di luar kepada suaminya sedangkan mereka lebih banyak mengerjakan pekerjaan rumah dan bagi mereka semua itu sudah menjadi hal yang  biasa dan sudah menjadi tradisi kebudayaan. Jadi sangat sulit bagi negara-negara berkembang untuk meningkatkan kesetaraan gender di negaranya sendiri.

Seiring berjalannya waktu tingkat kesetaraan gender sudah sedikit meningkat jika di lihat dari banyaknya kaum perempuan yang ingin bekerja, walaupun hanya menjadi seorang buruh pabrik dengan penghasilan yang memang tidak setara dengan kaum prianya tetapi mereka tetap mempunyai penghasilan untuk menambahkan perekonomian dalam keluarganya. Dan itu bisa menjadi suatu dorongan  terhadap perempuan-perempuan di Indonesia untuk mengetahui bagaimana pentingnya kesetaraan gender itu. Tapi dalam hal ini yang sangat di sayangkan bahwa banyak terjadinya tindakan-tindakan pelecehan seksual yang tejadi terhadap perempuan-perempuan di Indonesia. Jadi jika dilihat seperti itu maka derajat perempuan memang naik tetapi haraga diri perempuan menjadi yang sangat di perhitungkan.

Untuk suatu pekerjaan yang layak  demi mendapatkan penghasilan yang layak pula supaya bisa mencukupi kebutuhannya. Perlu dukungan yang lebih sistematis bagi perempuan dalam mengejar suatu karier untuk mencapai ke inginan yang setara dengan pria. Karena bisa saja perempuan duduk di kursi pemerintahan berperan mengurusi masalah perpolitikan negara. Tetapi disamping itu tidak meninggalkan peran mereka sebagai ibu rumah tangga menjadi pengurus anak dan suami. serta untuk mencapai semua itu di perlukan Perbaikan dan kemajuan yang berarti dalam bidang pendidikan, dan keluarga, misalnya memformalkan cuti terhadap orang tua, cuti hamil, cuti persalinan, perawatan anak, dan perawatan orang tua renta, serta skema pensiun yang lebih menekankan kesetaraan gender.

Kesetaraan gender tidak harus dipandang sebagai hak dan kewajiban yang sama persis tanpa pertimbangan selanjutnya. Malu rasanya apabila perempuan berteriak mengenai isu kesetaraan gender apabila kita artikan segala sesuatunya harus mutlak sama dengan laki-laki. Karena pada dasarnya, perempuan tentunya tidak akan siap jika harus menanggung beban berat yang biasa ditanggung oleh laki-laki. Atau sebaliknya laki-laki pun tidak akan bisa menyelesaikan semua tugas rutin rumah tangga yang biasa dikerjakan perempuan.
Kesetaraan gender akan terwujud apabila ada perlakuan yang adil sehingga tercipta kondisi yang setara, seimbang dan sederajat bagi seluruh masyarakat baik laki-laki maupun perempuan dalam memperoleh kesempatan, hak, peran dan tanggung jawab di dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara di segala bidang pembangunan.


Mewujudkan kesetaraan gender dapat dilakukan dengan menerima perbedaan kodrati individu laki-laki dan perempuan sebagai hikmah. Kondisi hidup laki-laki dan perempuan berbeda. Ada kebutuhan-kebutuhan khusus karena fungsi kodrati perempuan. Bicara gender seharusnya juga mempertimbangkan bahwa kondisi tiap individu laki-laki dan perempuan berbeda, ada anak-anak, lanjut usia, juga difabel. Semua memiliki kebutuhan yang berbeda. Untuk itu, mewujudkan kesetaraan gender juga harus dibarengi dengan kebijakan yang adil gender. Kebijakan yang adil bagi laki-laki dan perempuan termasuk untuk anak-anak, lanjut usia, dan difabel


Sumber :
http://solider.or.id/2014/07/08/panduan-mengenal-ketidakadilan-dan-kesetaraan-gender
http://www.gajimu.com/main/tips-karir/Tentang-wanita/perempuan-dan-teriakannya-seputar-kesetaraan-gender
http://fentimustaotinah03.blogspot.co.id/2015/04/kesetaraan-gender_28.html

No comments:

Post a Comment

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS